Rabu, 27 Mei 2009

Menunggu Janji Caleg Terpilih

Pemilu Legislatif sudah dilaksanakan tg,9 April 2009 yang lalu. meskipun disana-sini masih ada persoalan yang masih harus diselesaikan. Para Caleg ketar-ketir dengan hasil suaranya. Sebagian yang memprediksi mendapat suara kecil dari laporan beberapa saksi di beberapa TPS, terlihat lemas, namun yang masih memiliki harapan jumlah suaranya berjumlah besar, sibuk menurunkan saksinya untuk menghimpun jumlah hasil suaranya. Sementara itu berbagai harapan masyarakat terhadap para Caleg yang terpilih semakin jelas tertumpu kepada figur Caleg yang memiliki potensi untuk jadi. siapapun Caleg yang jadi nanti diharapkan untuk tidak lupa dengan janjinya. Sebab, kalau tidak amanah dan lupa pada janjinya akan kuwalat dan akan kena masalah dikemudian hari. Paling tidak 5 tahun, bahkan tidak sampai, masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan janjinya ketika tidak menunjukkan salah satu janji yang digembar-gemborkan sebelum Pemilu. Menjadi anak bangsa di negeri ini rasanya sumpek. Bagaimana tidak sumpek? Hampir setiap hari, setiap jam, setiap menit, pendengaran kita dijejali pelbagai suara hiruk pikuk eforia politik. Mulai dari awal kampanye,tahapan pemilu sampai hasil penghitungan suara,belum lagi partai,dan beberapa caleg yang keok dan mendapat suara minim ada yang stres masuk rumah sakit jiwa sampai bunuh diri akibat tidak siap mental.Caleg yang menang menaburkan suasana kegembiraan dan sebaliknya caleg yang gagal terhempas dan kecewa.Namun semua itu adalah pertarungan politik yang memang harus ada yang kalah dan menang.semestinya harus disikapi dengan legowo dan lapang dada.

Calon kandidat dari pelbagai Partai Politik (Parpol) yang pernah mengobral janji. Pada kampanye lalu segera harus membuat rumusan setidaknya janji janji tersebut ditepati. Jangan setelah terpilih malah enak-enak mengumbar kesenangan yang berkepanjangan tanpa memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat, alangkah edialnya mereka mereka yang terpilih harus mengemban amanah rakyat karena anda dipilih dan diberikan kepercayaan oleh rakyat maka berjuanglah kedepan untuk benar benar membela rakyat.

Coba saja kita segarkan ingatan kita pada peristiwa lima tahun pertama seusai reformasi dan lima tahun kedua setelah Pemilu digelar. Betapa garangnya para kandidat meneriakkan kata-kata, "Kita akan perbaiki kehidupan bangsa dan negara ini agar lebih baik dari masa lalu, bila kalian memilih saya." Tapi apa kenyataannya? Kehidupan yang digembar para kandidat waktu itu, tak secuil pun ditepati setelah mereka terpilih sebagai wakil rakyat dan pemimpin negri ini. Alih-alih memperjuangkan kehidupan rakyat yang morat-marit menuju ke arah perbaikan hidup, berpikir untuk memperbaiki sektor riel perekonomian bagi kesinambungan dunia usaha mikro pun tak terbayangkan. Apalagi ingin mengangkat derajat hidup rakyat jelata menjadi lebih baik seperti yang pernah terucapkan. Its nonsens.

Sedari awal dimulainya kampanye Parpol, banyak orang menduga, perebutan kursi kekuasaan hanyalah permainan politik yang bertujuan sekedar untuk mencari kekuasaan dan keuntungan semata. Apapun jalan yang akan dilakukan para kandidiat pada dasarnya bermotif merebut kekuasaan agar memperoleh keuntungan finansial belaka. Bagaimana tidak kita mencurigai mereka. Kalau dana yang digelontorkan bagi kampanye dirinya agar terpilih sebagai anggota legeslatif, bisa mencapai puluhan bahkan hingga ratusan juta rupiah. Jelas pengeluaran itu semua tercatat rapi dalam jurnal hitung-hitungan untung-rugi layaknya sistem pembukuan perseroan. Jelas hal ini menandakan ketidak-tulusan para kandidat berlaga dalam pesta pemilihan wakil rakyat lima tahunan. Bila kalkulasi perhitungan raba-rugi yang selalu dikedepankan, yang terjadi kemudian bukan tidak mungkin, negeri ini akan dipenuh-sesaki para politisi pedagang sapi, bukan negarawan. Hal itulah yang menjadikan seluruh rakyat, merasa kawatir dan miris ketika mendengar dan melihat para clon pemimpin negeri ini dalam mengobral janji. Kita semua tahu persis, cara berpikir para politisi pedagang sapi. Kita pun mengerti cara dan sepak terjang para politisi pedagang sapi, ketika mereka melakukan negosiasi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat sesuai janji yang pernah terucapkan.

Rasanya, tak satu pun, dalam benak mereka, berusaha untuk menepati janji-janji yang telah terucap sewaktu maju mencalonkan diri sebagai kandidat wakil rakyat. Yang ada dalam pikiran, tak lebih dan tidak kurang yaitu bagaiamana cara bernegosiasi agar dana mereka secepatnya kembali dengan jalan korupsi Sudah berapa banyak wakil rakyat yang tertangkap tangan melakukan tindakan tercela terlibat kasus-kasus korupsi. Berapa banyak pula dana-dana rakyat yang dikeluarkan buat mengaji, menyediakan fasilitas dan bepergian ke luar negeri kalau pada akhirnya merekapun lupa pada janji yang pernah diteriakkan sewaktu kampanye. Apa yang terjadi, setelah mereka melupakan janjinya, justru melakukan korupsi! Sungguh sangat memalukan dan menyedihkan sekali.

Menang atau kalah adalah keniscayaan dalam sebuah permainan. Meraih kemenangan ataupun mendapatkan kekalahan seperti dalam pemilu legislaitf 2009 juga sesuatu yang pasti terjadi. Siapa yang tidak ingin memenangkan sebuah permainan? Bahkan dengan menempuh segala cara seperti Praktek Politik Uang atau Money Politic. Dalam politik, semua menjadi mungkin. Kekalahan tipis bisa menjadi kemenangan mutlak atau sebaliknya. Kemenangan atau kekalahan, keduanya memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif. Konsekuensi positif dalam sebuah kemenangan bisa berarti selangkah menuju sebuah harapan. Konsekuensi negatifnya bisa memunculkan sikap arogan dan percaya diri yang berlebihan. Konsekuensi negatif dalam sebuah kekalahan bisa berarti hilangnya kepercayaan diri, stress, hingga tindakan anarkhis, konsekuensi positifnya adalah keharusan menerima kekalahan sebagai sebuah kenyataan dilandasi kesadaran untuk melakukan koreksi diri dan belajar untuk berjiwa besar.

Siap atau tidak siap, para Calon Legislatif akan menerima kenyataan; kemenangan atau kekalahan. Dalam politik, jarang terjadi hasil seri. Kalaupun terjadi, pasti mengundang kontroversi. Kontroversi juga sering terjadi karena proses yang tidak lazim; kemenangan diraih karena proses rekayasa dimenangkan dan kekalahan diterima karena ada proses rekayasa dikalahkan, dengan terhormat maupun dengan tidak terhormat. Dalam hal ini, pecundang bisa disulap menjadi pemenang. Dalam pertarungan memperebutkan suara terbanyak, semangat untuk memenangkan diri sebangun dengan semangat untuk mengalahkan orang lain; calon anggota legislative lain, dalam satu partai maupun antar partai politik. Ini juga merupakan konsekuensi logis yang tak terbantahkan dari sebuah permainan politik yang mayoritas kotor. Banyak orang yang tidak percaya dengan jargon dan ideologi politik bersih. Karena tidak percaya bahwa manusia itu sempurna

. Hampir semua aktifitas politik ada dan masuk dalam lingkaran skandal korporatis. Bahasa halusnya koalisi; permanent maupun temporal. Pada kenyataannya, tidak ada koalisi yang permanen. Semua bersifat temporer. Ini menjadi pilihan karena tujuan poilitik berubah-rubah, termasuk tujuan untuk meraih jabatan dan kekuasaan baik legislatif maupun eksekutif presiden dan wakil presiden. Keduanya terbuka sekali untuk diperdagangkan diperjualbelikan dengan cara-cara licik-kotor meski dibalut dengan semanis apapun jargon-jargonnya. Karena pembalut utama politik adalah Kepentingan Pemilu legilasitf 9 April 2009 sudah selesai. Konsekuensinya, sedikit saja yang menang, yang kelak berhak menduduki kursi di parlemen. Lebih banyak kalah, sebab kuota kursi di parlemen terbatas sementara jumlah calon legislatif yang sangat banyak itu, tidak mungkin akan jadi semuanya, bukan? Masyarakat sudah menghabiskan lebih dari lima menit untuk mencontreng karena bingung dan tidak mengenal siapa yang mau dipilih. Tapi, masyarakat sudah menjatuhkan pilihan dengan mencontreng yang berarti amanat sudah diberikan kepada calon wakil rakyat yang menang. Masyarakat juga sudah memenuhi haknya untuk memilih meski pilihannya harus kalah dan tersisih.

Menang atau kalah bukan persoalan penting bagi masyarakat. Pada saatnya nanti, kemenangan atau kekalahan tersebut beserta kebijakan-kebijakan yang akan dimunculkan, pasti akan diklaim dan diambil alih oleh Partai Politik, menjadi sebuah kemenangan, kekalahan, dan kebijakan partai politik. Masyarakat hanya sudah memenuhi apa yang sudah menjadi haknya; mencontreng, menitipkan amanatnya kepada para wakil rakyat, berharap wakil rakyat akan memenuhi apa yang menjadi harapan masyarakat maka janji janji caleg terdahulu ketika anda terpilih hanya ada satu kata ”penuhi janjimu”rakyat sudah menanti.


Penulis Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Bali

1 komentar: