Minggu, 07 Juni 2009

Konsumen Menggugat

Gugatan secara class action atau gugatan kelompok telah lama dikenal dan berlaku di negara-negara yang menganut sistim hukum Common Low seperti di Inggris den beberapa bekas jajahannya.Di Indonesia gugatan kelompok (class action ) pertama kali diperkenalkan melalui undang-undang No.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 37 ayat (1) beserta penjelasannya, untuk menyelasaikan sengketa lingkungan hidup. Kemudian melalui UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen , pasal 46 ayat (1) beserta penjelasannya, untuk menyelasaikan sengketa konsumen, dan UU No.41 tahun 1999 tentang kehutanan, pasal 71 ayat (1) untuk menyelesaikan sengketa kehutanan, serta peraturan Mahkamah Agung No.2 tahun 1999 tentang pengawasan partai politik Oleh Mahkamah Agung, pasal 1, pasal 5 dan pasal 23 untuk menyelesaikan sengketa dalam pemilihan umum. Demi kepastian, ketertiban dan kelancaran dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan gugatan perwakilan kelompok, maka Mahkamah Agung telah mengeluarkan PERMA No.1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Class Action atau gugatan perwakilan kelompok merupakan cara mengajukan gugatan oleh satu orang atau lebih, yang bertindak mewakili kepentinganya sendiri dan sekaligus bertindak sebagai perwakilan kelompok, (Class representatif) mewakili kepentingan puluhan atau ratusan atau ribuan orang lainnya yang menjadi korban,yang merupakan anggota kelompok (class member) terhadap orang atau orang-orang atau badan hukum, yang mewakili persamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dengan anggota kelompok dimaksud (pasal 1 huruf a PERMA No.2 tahun 2002).

Gugatan dengan prosedur gugatan perwakilan harus memenuhi persyaratan seperti yang tertuang pasal 2 PERMA 1 tahun 2002. Pertama numerosity, yaitu gugatan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, sebaiknya orang banyak itu diartikan dengan lebih dari sepuluh orang sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan dengan sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam satu gugatan. Kedua, Commonality yaitu adanya kesamaan fakta (question of fact) dan kesamaan dasar hukum (question of law) yang bersifat subtansial antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok misalnya pencemaran disebabkan dari sumber yang sama, berlangsung dalam waktu yang sama, atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat berupa pembuangan limbah cair di lokasi yang sama. Ketiga Tipicality yaitu adanya kesamaan jenis antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; persyaratan ini tidak mutlak mengharuskan bahwa penggugat mempunyai tuntutan ganti rugi yang sama besarnya, yang terpentine adalah jenis tuntutannya yang sama misalnya, tuntutan adanya biaya pemulihan kesehatan, dimana setiap orang bisa berbeda nilainya tergantung tingkat penyakit yang di deritanya. Keempat Adequacy of Representation, yaitu perwakilan kelompok merupakan perwakilan kelompok yang layak, dengan memenuhi beberapa persyaratan seperti, (a.) harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang diwakilinya.(b) Memeiliki buti-bukti yang kuat. (c) Jujur (d) Memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan dari dari anggota kelompoknya (e) Mempunyai sikap yang tidak mendahulukan kepentingan sendiri dibandingkan kepentingan anggota kelompoknya (f) Sanggup membayar biaya-biaya di pengadilan.Surat gugatan selain harus memenuhi syarat formal, sebagaimana diatur dalam hukum acara perdata,harus memuat identitas yang lengkap dan jelas, definisi kelompok secara rinci dan spesifik, dan memuat keterangan tentang anggota kelompok, posita dari seluruh kelompok. Jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda, maka dalam suatu gugatan dapat di kelompokkan beberapa bagian atau sub kelompok. Selanjutnya gugatan di daftarkan ke peradilan umum, segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan gugatan kelompok di nyatakan sah, wakil kelompok memberitahukan kepada anggota kelompok melalui media cetak/ elektronik, kantor pemerintah atau langsung kepada anggota kelompok. Setelah pemberihauan dilakukan. Anggota kelompok dalan jangka waktu tertentu diberi kesempatan menyatakan keluar dari kenggotaan kelompok. Seterusnya proses persidangan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam hukum acara perdata.

Sejalan dengan cara cara melakukan gugatan class action yang telah diamanatkan oleh peraturan hukum tersebut,yang sering terjadi dan sangat marak akhir akhir ini pelanggaran –pelanggaran adalah dibidang perlindungan Konsumen.Berbicara perlindungan konsumenpun sangat luas jangkauannya karena menyangkut masalah barang dan atau/jasa. Makanya jika kasus-kasus yang sering menimpa konsumen katakanlah seperti kasus Tabrakan kereta api,Keracunan massal tentang makanan,Pemadaman listrik tanpa pemberitahuan (Black out), Sengketa konsumen perumahan terhadap pengembang,dan lain-lain maka gugatan class action dapat dilakukan. Termasuk pengalaman yang dialami penulis waktu memediasi kasus sengketa perumahan di Wilayah jimbaran Bali beberapa waktu lalu.Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Bali banyak menerima keluhan dan pengaduan konsumen perumahan dan bahkan siap melakukan gugatan class action.Pada akhirnya pihak developer keder dengan gugatan tersebut dan lebih memilih mediasi. Langkah pendekatan secara kekeluargaan dapat dilakukan sebelum menempuh jalur hukum,sehingga ada bentuk tanggung jawab dari pelaku usaha tersebut.Nyatanya dari hasil mediasi tersebut pengembang mau melakukan ganti rugi kepada konsumen sehingga gugatan class action tbatal dilakukan karena sudah ada itikad baik dari pelaku usaha (develoeper) tersebut .

Penulis

Peneliti di Bali Research And Advocacy Centre

Dan Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Bali

Arti Pergerakan Perlindungan Konsumen

Nasib perlindungan konsumen di negara-negara berkembang termasuk Indonesia Untuk melawan keangkuhan pelaku usaha atau produsen yang melakukan pelanggaran pelanggaran masih menjadi pemandangan yang jamak,dan pelanggaran-pelanggaran tersebut tetap terjadi bahkan kasusnya semakin marak. Masyarakat konsumen kita yang telah lama dijadikan obyek dan harus selalu memenuhi atau tunduk pada keputusan pemerintah serta keinginan pengusaha, tampaknya mulai lelah dan sadar bahwa dirinya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya. Sehingga di saat pemerintah mengumumkan kenaikan Harga BBM,Elpiji, dan berbagai bentuk kenaikan tarif lain yang telah disetujui DPR . Hal itu langsung memperoleh respon keras dari konsumen. Adalah ketidakadilan yang mereka rasakan, bila dalam suasana sulit dan beban hidup konsumen sangat berat mereka harus dibebani kenaikan berbagai tarif dan harga barang-barang kebutuhan pokok yang sampai detik ini masih belum bersahabat

. Boikot ! Satu kata yang sering dinilai negatif, terutama oleh penguasa atau mereka-mereka yang biasa melakukan penekanan. Padahal sebenarnya boikot mempunyai arti positif dan penting bagi yang melakukannya, yang umumnya kaum lemah, guna memperbaiki posisi tawar mereka. Di negara-negara maju boikot merupakan hal biasa yang dijumpai sehari-hari. Dilakukan tidak hanya untuk memperbaiki nasib dan posisi tawar, tetapi juga untuk menyampaikan sikap. Masyarakat Amerika pernah melakukan boikot mengkonsumsi burger, karena ingin menunjukkan sikap prolingkungan dan tidak setuju terhadap penebangan hutan yang hanya untuk kepentingan pemodal beternak sapi dan dagingnya untuk industri burger. Atau kampanye gerakan konsumen memboikot penggunaan berlian De Beer, yang terkenal dengan iklan kasih sayangnya, guna menyampaikan sikap anti-ekploitasi terhadap buruh tambang di Afrika yang mensuplainya. Boikot semacam ini cukup efektif karena mereka memahami bahwa suara konsumen adalah pasar mereka.

Respon konsumen yang demikian keras dan terus mengalir ke beberapa Lembaga Konsumen di Indonesia. Setiap ada kenaikan komuditas baik barang dan/atau jasa kekesalan dan kekecewaan konsumen ditumpahkan kepada Organisasi konsumen seperti YLKI dan beberapa Lembaga Perlindungan Konsumen yang dibentuk dibeberapa kabupaten kota di Indonesia.Sebenarnya YLKI tidak sendirian pasca lahirnya UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sesuai amanat UU tersebut Lembaga-lembaga konsumen di Indonesia tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan.Sampai tahun 2008 ini sekitar 200 an Lembaha Konsumen berdiri beberapa daerah di Indonesia termasuk Bali.Artinya dengan semakin banyaknya lembaga konsumen terbentuk kekuatan konsumen akan lebih terlindungi karena semakin banyaknya relawan-relawan atau pembela konsumen yang akan berjuang dan memberdayakan konsumen.Lalu pertanyaanya apakah konsumen sudah diberdayakan atau konsumen malah tidak berdaya? Pertanyaan tersebut sering penulis temukan di lapangan.Apalagi ketika penulis melakukan advocacy konsumen perumahan di Jimbaran th.2007 dan konsumen pelanggan Kartu seluler di kota Denpasar tah.2008 . Untuk memberikan informasi dalam rangka pemberdayaan konsumen, di samping juga memberikan petunjuk trik-trik menghadapi perlakuan yang tidak adil dari pelaku usaha atau produsen yang curang orgaisasi konsumen selalu tampil terdepan untuk mengawal dan melakukan advocacy kepada konsumen .Dan gerakan ini diharapkan terkoordinir secara sistematis untuk menjadi gerakan bersama, sehingga hasilnya pun akan lebih maksimal. Keinginan dan ajakan konsumen untuk boikot produk tertentu lahir akibat kekecewaan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan oleh produk tersebut.Misalnya Pelayanan PT.Telkom yang sering memberikan layanan yang buruk mengakibatkan kekecewaan konsumen yang begitu besar. Contoh sekitar 30 konsumen di wilayah Bali,berencana akan memnggugat PT.Telkom Bali,akibat buruknya layanan Fleksi dan layanan telepon 108. Untuk layanan 108, sekitar 39 kasus mengadukan ke Lembaga Perlindungan Konsumen Bali,dikarenakan pelayanan sangat mengecewakan seperti banyaknya informasi yang keliru,informasi nomor telpon salah,dan banyak yang tidak memahami kondisi layanan di Bali,Ketika penulis melakukan advocacy ternyata layanan 108 telah migrasi (berpindah) ke Surabaya. Coba bayangkan masih banyak petugas layanan 108 di surabaya tidak tahu kondisi Bali yang sebenarnya.Bahkan menurut pandangan penulis ketika dilakukan migrasi layanan 108 Telkom Bali yang telah migrasi ke Surabaya justru memberikan layanan yang lebih buruk dan ini sangat merugikan konsumen.Bahkan banyak konsumen layanan PT.Telkom Bali akan melakukan boikot,namun melalui lembaga Konsumen lebih memilih mediasi untuk mencapai tujuan yang lebih baik.

Meskipun variasi atau tingkat boikot yang diinginkannya berbeda-beda. Ada yang bentuk boikotnya menidurkan atau tidak mengaktifkan teleponnya, sehingga bila perlu berhubungan ke luar akan menggunakan telepon umum. Bagi mereka yang mempunyai sambungan telepon berlebih, boikot yang akan dilakukan adalah mengembalikan sambungan telepon ke Telkom. Namun, yang terbanyak adalah boikot untuk tidak membayar rekening tagihan Semua bentuk boikot di atas dapat dilakukan konsumen, namun bagi organisasi konsumen bentuk pertama dan kedua adalah yang paling obyektif, tidak melanggar hak Telkom. Sebagai pihak yang selalu berprinsip anti pelanggaran hak, maka harus diterapkan pada tindakannya untuk menunjukkan sikap gentle-nya konsumen. Bagi sebagian konsumen boikot menidurkan teleponnya dan menggunakan telepon umum bila akan berkomunikasi adalah sesuatu yang tidak nyaman. Akan tetapi, justru ketidaknyamanan inilah yang harus dibayar oleh konsumen sebagai bentuk pengorbanan untuk perbaikan nasib konsumen.

Solidaritas dan gelombang keberanian konsumen untuk menuntut haknya melalui boikot tentu tidak lepas dari peran media massa cetak ataupun elektronik yang mampu menciptakan opini publik. Di sisi lain organisasi konsumen juga memperoleh feeding informasi serta support dari berbagai pihak, mulai dari individu-individu yang sangat paham dan pernah berkecimpung di telekomunikasi, analis-analis ekonomi seperti Econit, organisasi profesi dan juga rekan-rekan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Secara bersama-sama menggalang kekuatan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Mempersiapkan diri untuk mendampingi para konsumen di pengadilan, bila nantinya boikot konsumen berakibat dengan proses pelayanan yang lebih buruk lagi akibat kekecewaan produsen/Pelaku usaha terhadap aksi boikot tersebut Kelompok mahasiswa sesuai dengan kemampuannya mengkoordinir unjuk rasa. Sedangkan para advokat dapat mengorganisir kelompok untuk memberikan somasi.

Hasil akhir yang dicapai dari perjuangan ini tidak dapat memenuhi keinginan konsumen seratus persen, yaitu pembatalan kenaikan tarif. Mungkin bila dinilai angka keberhasilan perjuangan ini baru mencapai 70 persen, namun yang harus dihayati adalah bahwa perjuangan yang dilakukan bersama-sama telah mampu mengubah sikap pemerintah, pengusaha serta DPR untuk tidak memaksakan kehendaknya atau menang sendiri. Konsumen dan Lembaga Konsumen yang tumbuh bertebaran dibeberapa daerah,pasca lahirnya undang-undang No.8 th 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) masih mempunyai peluang tawar mengajukan persyaratan tertentu

Untuk itu sekarang ini saatnyalah para konsumen merebut kesempatan guna mengaktualisasikan gerakannya

Masih banyak hal yang perlu diperjuangkan bersama-sama khususnya yang menyangkut public services, seperti penentuan tarif air minum, tidak dilayaninya permohonan penyambungan listrik baru dengan daya di bawah 1.300 watt. Ini benar-benar mengabaikan konsumen miskin dan lemah. Belum lagi masalah-masalah yang berkaitan dengan perizinan, seperti izin bangunan, izin trayek transportasi dan masih banyak lainnya. Tanpa upaya dan kemauan konsumen sendiri, mustahil perbaikan nasib dan posisi tawar-menawar yang adil dapat terwujud.

Sekarang masalah pergerakan perlindungan konsumen di Indonesia mulai sekarang perlahan-lahan sudah mendapat perhatian dari pihak pemerintah,pelaku usaha dan konsumen itu sendiri.Hal ini diakibatkan oleh beberapa hal,yaitu pihak pemerintah tidak mau dituding setengah hati dalam melaksanakan fungsi pengawasan dibidang perlindungan konsumen.Begitu juga peranan dari pihak produsen itu sendiri mulai tumbuh terhadap kepedulian kepada konsumen terkait produk yang dihasilkan.Ibarat pembeli adalah raja dan konsumenlah rajanya pelaku usaha dan konsumen tidak bisa dipisahkan apalagi dijauh-jauhkan pasti akan pincang ibarat mobil tanpa rem pasti akan blong makanya kedua duanya mesti berdiri dan saling menghormati seperti pesan dari UUPK tersebut.

.

Penulis Peneliti di Bali Research Advocacy Center

Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Bali

Sabtu, 30 Mei 2009

MENJADI KONSUMEN YANG KRITIS DAN BIJAK

Konsumen di Indonesia sejak tahun 1999,boleh merasa sedikit berlega hati karena pada tahun itu telah dikeluarkan UU N0.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen(UUPK).Dengan demikian Konsumen di Indonesia posisinya secara kepastian hukum lebih kuat dan terlindungi hak haknya.Namun demikian apakah lalu posisinya menjadi lebih aman? Dan konsumen lalu boleh bersikap pasif saja karena merasa sudah terlindungi?

Setelah 6 Tahun pemberlakuan UUPK,ternyata perlindungan terhadap hak hak konsumen tidak menjadi lebih baik secara signifikan,Masih banyak kegiatan usaha dan perilaku pelaku usaha yang belum melindungi dan apalagi berpihak kepada hak hak konsumen.Hal ini terjadi bisa karena mereka belum mengetahui keberadaan UUPK,atau mengetahui tetapi tidak peduli,karena memandang hukum di Indonesia dapat dibeli.Sementara itu terlalu berharap kepada pemerintah untuk dapat melindungi ternyata juga belum bisa.Termasuk juga kepada aparat hukumnya.Hal ini karena pemahaman tentang UUPK dikalangan mereka sendiri masih sangat terbatas. Kasus kasus konsumen ditingkat pengadilan umum masih sering ditangani tidak dengan menggunakan payung UUPK,tetapi menggunakan peraturan hukum formal dan konvensional.Padahal UUPK semestinya dapat difungsikan secara secara menyeluruh sebagai lex specialis bagi kasus kaus konsumen di pengadilan.

Dalam posisi seperti tersebut diatas,tampaknya sebagai konsumen tidak bisa hanya berdiam diri,bersikap pasif dan percaya sepenuhnya akan terlindungi oleh UUPK tersebut.Konsumen harus mengembangkan sikap kritis dan bijak serta daya nalar akan membantu mengindari risiko dalam mengkonsumsi setiap produk barang dan jasa. Berikut ini akan kami paparkan beberapa hal yang berkaitan dengan menumbuhkan sikap kritis dan bijak dalam mengkonsumsi produk barang dan jasa.dari pemaparan ini diharapkan kita sebagai konsumen bisa bersikap kritis dan bijak didalam mengkonsumsi produk barang dan jasa.Sehingga pada akhirnya akan mengurangi resiko dirugikan oleh produk barang dan jasa yang dikonsumsi.

Kebutuhan atau sekedar keinginan

Saat ini produk barang dan jasa sangat banyak beredar di pasaran,dimana hal ini akan dapat membingungkan konsumen. Apalagi kini produk barang konsumsi untuk salah astu jenis saja begitu beragam dengan merk.Ditengan persaingan antar produk yang begitu ketat untuk menarik minat beli konsumen,maka menjual produk melalui iklan menjadi strategi yang afaktif. Selain itu semakin banyaknya tumbuh pusat-pusat perbelanjaan, mulai dari tradisional hingga modern, menjadi sarana yang efektif pula untuk memancing minat beli konsumen.

Dalam kondisi seperti tersebut diatas, iman konsumen sering sangat mudah goyah. Apalagi jika dalam kondisi memiliki kelebihan uang. Sebagai contoh yang acap dialami konsumen adalah pada saat berbelanja, terutama di pasar swalayan. Dimana jajaran produk-produk barang yang ada di swalayan begitu menarik dan kelihatan begitu mudah, sehingga tanpa sadar konsumen membeli produk tersebut, sedang pada waktu berangkat dari rumah untuk berbelanja dan bahkan di daftar rencana belanja, produk barang tersebut tidak direncanakan akan dibeli.

Untuk itu, hal yang penting untuk harus selalu dicamkan pada saat konsumen berencana membelanjakan uang untuk suatu produk barang dan/atau jasa adalah apakah produk yang akan dibeli itu merupakan produk yang dibutuhkan ( need ) atau sekedar keinginan ( want ). Menurut kamus psikologi, need adalah sesuatu yang berkaitan dengan rasa kekurangan yang harus dipenuhi. Sementara want lebih kearah pemenuhan selera ( James Drever, 1986:300,518 ). Karena menyangkut selera, maka cenderung bersifat sesaat.Dan jika sikap mengkonsumsi yang lebih atas dasar keinginan tersebut dipelihara maka akan memunculkan sikap boros. Sementara jika yang dipelihara adalah sikap berkonsumsi atas dasar kebutuhan, maka konsumen akan hidup lebih hemat dan cermat.

Teliti Sebelu Membili/Mengkonsumsi

Banyak produk barang dan/atau jasa yang beredar dipasaran, maka harus diimbangi dengan sikap yang tiliti dalam mentukan produk yang akan dibeli dan/atau konsumsi. Sikap teliti itu baik sekali jika diterapkan sejak konsumen melihat promosinya, baik yang ditampilkan melalui iklan-iklan di media massa maupun brosur-brosur yang diberikan. Misalnya iklan-iklan yang berlebihan sehingga sering tidak logis, contohnya iklan tentang perumahan yang dinyatakan hanya berjarak 10 menit dari pusat kota, padahal konsumen tahu lokasi perumahan itu ada di pinggiran kota yang tidak mungkin dicapai hanya 10 menit bahkan dengan berkendaraan. Atau iklan makanan atau minuman untuk anak –anak mendadak menjadi begitu kuat setelah mengkonsumsi makanan atau minuman itu,sehingga tidak logis karena kekuatan pertumbuhan anak tidak bisa dibuat secara instan.Dan iklan-iklan lainya yang cenderung menyesatkan.

Selanjutnya, begitu konsumen sudah memutuskan akan membeli suatu produk barang dan/atau jasa, maka perlu diperhatikan dengan cermat labelnya untuk produk barang dan kontrak atau klausulanya untuk produk barang jasa.Khusus untuk produk tertentu, seperti elektronik dan kendaraan, diusahakan untuk dapat mencobanya dulu dan memproleh garansi.

Pencermatan atas label produk barang meliputi di antaranya adanya : nama merek, nama perusahaan dan alamatnya ( minimal nama kotanya ), kode produksi, ijin Depkes, bahan-bahan produksinya ( untuk makanan/minuman dan kosmetik ) dan tanggal kadaluarsanya ( khusus untuk makanan dan minuman ).

Sedang pencermatan atas kontrak atau klausula dalam pembelian produk jasa yang paling penting adalah ada tidaknya pengalihan tanggung jawab produsen kepada konsumen atau sebaliknya adanya hak konsumen yang diambil alih oleh produsen. Sebagai contoh adalah adanya klausula yang menyatakan perhitungan kredit atau harga dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Klausula semacam itu merupakan klausula baku atau perjanjian kontrak sepihak yang dibuat oleh pelaku usaha untuk keuntungan pelaku usaha sendiri yang berdasarkan UUPK tidak diperbolehkan dan batal demi hukum.

Jika tidak cukup banyak atau jelas informasi yang ada, baik dalam label maupun klausula, maka sangat bijak untuk tidak merasa sungkan bertanya dan menggali informasi lebih dalam kepada petugas pelayanan penjualan. Sehingga memperoleh informasi yang cukup dan meyakinkan untuk memutuskan jadi tidaknya membeli produk tersebut.

Badingakan Harga dan/atau pelayanan

Sikap bijak dalam berbelanja lainnya adalah selalu ingin membandingkan harga dan/atau pelayanan dengan tempat lain. Sebagaimana diketahui, masing-masing tempat pelayanan penjualan umumnyai harga sendiri dan kualitas pelayanan yang berbeda. Memang sikap semacam ini membutuhkan tambahan waktu dan tenaga serta kesabaran. Namun jika hal ini mampu dilakukan, maka kemungkinan akan mendapat produk barang lebih memuaskan, baik darisisi kualitas barang yang lebih baik, harga yang relatif lebih kompelititif, dan kualitas pelayanan yang lebih baik.

Selalu Meminta Tanda Bukti Pembelian

Dalam setiap transaksi pembelian, yang acap kurang diperhatikan oleh konsumen adalah tentang bukti tanda pembelian. Meski tampaknya sepele, tapi sebenarnya kertas kecil yang namanya nota, resi atau kuitansi tersebut punya arti penting. Dari nota pembelian konsumen bisa mengecek apakah barang-barang yang dibeli harganya sesuai dengan yang ada dalam promosinya atau yang tertempel dalam produknya. Selain itu, nota,resi atau kwitansi tersebut sangat berguna sebagai alat pembuktian untuk mengajukan klaim berkaitan dengan produk yang telah dibeli tersebut.

Perlu pula diperhatikan apakah pada nota tersebut masih terdapat tulisan yang berbunyi : “Barang yang telah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”. Tulisan tersebut menurut UUPK termasuk klausula baku yang dilarang dan tidak bisa diterapkan. Oleh karenanya, meski pada nota ada tulisan tersebut,tetap saja konsumen bisa mengajukan pengembalikan atau penukaran produk, jika produk yang kita beli itu terdapat cacat atau tidak sesuai.

Menangani Sendiri Masalah yang dialami

Meski sebagai konsumen sudah berusaha berhati-hati, tapi terkadang masih mengalami masalah dengan produk yang dibeli. Atau juga karena ketidak pahaman konsumen atas suatu produk, dan kurang menggali informasi dari pihak penjualanya, sementara di sisi lain pihak penjualanjuga memberi informasi secara cukup atau bahkan sengaja menutup nutupi informasi.sehingga berakibat konsumen mengalami masalah dengan produk yang dibeli.Untuk itu konsumen dapat mengupayakan penyelesaiannya terlebih sendiri dahulu. Adapaun beberapa langkah untuk itu :

  1. Melakukan komplain langsung kepada pihak penjual dimana konsumen

telah bertransaksi jual beli dengan membawa produk yang telah di beli dan bukti pembelian

(nota\kwitansi).Tahap ini hanya bisa di lakukan jika konsumen hanya bermaksud meminta

ganti dengan produk yang sesuai dan baik.

2. Mengirimkan surat komplain kepada pihak pelaku usaha dengan menyertakan salinan bukti pembelian.Pelaku usaha yang dimaksud yaitu bisa langsung produsennya,atau bisa juga ke agen penjualnya saja.Cceritakan kronologis kasusnya dan sampaikan apa yang menjadi tuntutan.Dalam surat tersebut harus ditulis batas waktu tanggapan atas surat komplain,dan jika sampaikan juga bahwa bahwa konsumen akan menuliskan di Koran/mengadu ke lembaga terkait.Dalam istilah hukum surat semacam ini disebut surat somasi.Dibawah dapat dilihat beberapa contoh surat yang ditujukan untuk pelaku usaha.

3. Menulis keluhan di Koran dalam kolom surat pembaca.Untuk menulis keluhan surat pembaca tersebut maka yang pertama dilakukan adalah memilih yang ,memiliki pangsa pasar paling luas.Pemilihan Koran yang paling besar pangsa pasarnya adalah agar kasus yang dialami dapat juga di baca dan dapat jadi pembelajaran lebih banyak konsumen.Selain itu,biasanya pelaku usaha sangat memperhatikan tulisan-tulisan yang ada di Koran tersebut,yang biasanya mempunyai pengaruh yang luas juga.Dalam surat pembaca terdapat tulisan yang isinya menyampaikan kronologis kasusnya,lengkap dengan nama produk dan nama serta alamat produsen dan/atautempat dimana konsumen membeli produk tersebut.Ceritakan juga bahwa konsumen telah mengajukan komplain langsung ke pelaku usahanya tetapi tidak memperoleh tanggapan yang positif.Sertakan juga salinan bukti pembelian,yang nantinya akan disimpan oleh pihak redaksi.Mengenai syarat-syarat penulisan di surat pembaca ada di surat

Membuat Pengaduan Efektif melalui Lembaga Konsumen

Saat ini tentunya anda sudah memahami hak hak anda sebagai Konsumen.Tinggal lagi sekarang perlu diketahui cara pengaduan bila kita dirugikan.berikut ini akan diuraikan cara mengungkapkan secara jelas kasus yang kita hadapi,bagaimana menghadapi pihak lain yang mempunyai taktik taktik mengelak.yang tidak kalah penting akan diungkapkan cara mencari keadilan di Badan Penyelesaian sengkete Konsumen (BPSK) merupakan bantuan Hukum yang murah berada diluar jalur Pengadilan.untuk saat ini di Bali BPSK baru tahap Pembentukan.

Boleh jadi kita merasa kecewa dengan barang cacat yang baru kita dapa dari sebuah toko atau tidak puas dengan pelayanan yang kita terima dari pemberi jasa. Tetapi sebelum langsung melakukan pengaduan ke tempat kita dikecewakan, ada sejumlah pertanyaan yang memerlukan jawaban.

Apa inti pengaduan yang akan kita lakukan? Ketidakpuasan harus dibuat sejelas mungkin sehingga mudah dibedakan. Dengan kata lain, kekecewaan ini harus secara spesifik disebutkan.

Apakah sumber kekecewaan bukan berasal dari kesalahan kita sendiri? Apakah kita merasa yakin sudah mengikuti petunjuk yang diberikan pelaku usaha ? Kalau kita merasa ragu,cari kepastian di Bagian Pengaduan Deperindag atau LPKSM terdekat. Kalau jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan diatas” ya” maka kita boleh berlanjut dengan langkah-langkah berikut.

Kumpulkan semua fakta dan bukti yang relevan dengan pengaduan kita yang meliputi jawaban terhadap pertanyaan mengapa, bagaimana dan dimana. Yang dikatakan bukti bisa saja berupa secarik nota pembelian, selembar brosur, invoice, iklan dan tagihan pembayaran. Atau foto hasil perbaikan sebuah barang jika kita memiliki saksi, cacat nama dan alamatnya. Dalam keadaan tertentu, mungkin . diperlukan seorang saksi ahli.

Lakukan pengaduan secepat mungin. Pengaduan yang dilakukan terlambat membuka peluang kehilangan sebagaian hak konsumen.

Ikuti tata cara yang lazim. Pertama-tama cobalah untuk mendapatkan saluran atau tata cara yang tepat untuk pengaduan. Tujuan pengaduan kita dapat pihak yang tepat. Pengaduan yang salah alamat, misalnya, bisa berakibat upaya kita sia-sia karena pengaduan tidak akan ditanggapi. Jangan sampai kita melabrak bagian penerima, juru telepon atau staf pembantu yang tidak memiliki wewenang menyeselesaikan persoalan. Karena itu, carilah manajer, superveser atau pemilik toko. Tetapi harap diingat bahwa kadang kala seorang manajer pun tidak berhak memberikan kita ganti rugi. Dia harus terlebih dahulu berhubungan dengan kantor pusat. Pada prinsipnya, pengaduan pertama ditunjukan pada toko yang bersangkutan karena ada kemungkinan kalau langsung ke kanor pusat pengaduan akan tetap dikembalikan ke toko yang bersangkutan.

Catatlah pengaduan lisan yang kita lontarkan. Persoalan yang sepele kadang-kadang dapat diselesaikan dengan sekedar berbicara kepada seorang manajer atau supervisor. Tetapi jika ingin mengadu dengan cara lain sudah yang pertama, misalnya melalui telpon, pastikan bahwa kita sudah mencatat apa yang sudah disampaikan, berikut hari dan jam, nama serta jabatan orang yang mula-mula kita ajak bicara.

Jika pengaduan menyangkut barang yang kita beli di sebuah toko, kita hendaknya mengumpulkan semua kuintansi, slip kartu kredit, potongan cek ayau dokumen lain yang memperlihatkan bahwa kita memang membeli di toko yang kita maksud, kapan kita membeli dan berapa harga yang kita bayar. Bawa serta barang yang akan kita adukan, jika mudah dibawa, ketika kita akan mengadu ketoko,. Ingat jangan mengembalikan dokumen-dokumen asli kepada pelaku usaha sampai pengaduan kita ditangani dengan tuntas. Mungkin kita akan memerlukan dokumen tersebut lain kali ketika kita akan mengambil tindakan lanjutan terhadap pelaku usaha, misalnya ketika kita memutuskan untuk menuntut pengembalian uang. Jika barang yang akan diadukan sulit dibawa ( contohnya sebuah es atau mesin cuci ),pertama-tama telepon atau kembalikan ketoko bersangkutan dengan membawa dokumen yang diperlukan.

Pegang teguh pendirian. Janan menerima jawaban penolakan dari pelaku usaha kalau kita memang berada di jalur hukum yang benar. Misalnya, kita tidak mendapat tanggapan terhadap surat yang kita mendapat tanggapan sopan tapi basa basi, kirim surat lain kepada orang yang sama dengan menyabut surat sebelumnya. Katakan bahwa kita belum mendapat tanggapan atau tanggapan yang kita terima tidak memuaskan. Katakan selanjutnya bahwa kalau permasalahan tidak diselesaikan dengan semestinya pengaduan akan dilayangkan pada pihak berwenang. Tapi ingat jika kita harus menjawab sebuah surat dari sebuah perusahaan atau kantor pusat, kita harus menyebut referensi yang diberikan baikberupa nomor, inisial atau nama seseorang.

Senjata lain yang kita punya adalah media massa. Kalau pengaduan yang kita lakukan belum membuahkan hasil yang memuaskan dan pihak yang kita adukan berbelit-belit maka tidak berarti bahwa kita boleh segera membawa persoalan ini ke pengadilan. Proses ini akan memakan waktu maupun biaya. Kita masih mempunyai satu senjara yang bisa efektif, yakni media massa. Para pelaku usaha menghancurkan dana besar guna membangun citra mereka dan mereka akan menjaganya sekuat tenaga agar tidak tercoreng. Pengaduan ke media massa akan menarik perlakuan selaku usaha juga konsumen lain dengan nasib serupa. Pengaduan yang kita lakukan saat ini akan memaksa pelaku usaha lebih bertanggung jawab terhadap konsumen.

Mengadu Ke LPK Bali , sebuah contoh kasus

Pengaduan melalui lembaga konsumen atau intansi terkait baik dilakukan jika konsumen sudah lebih dahulu melakukan berbagai upaya secara mandiri untuk mnuntut hak lengsungan kepada pelaku uasaha. Jika upaya yang dilakukan tersebut tidak berhasil, maka dapat mengadukannya ke lembaga konsumen atau intansi terkait.

Adapun langkah-langkah pengaduan ke lembaga konsumen, salah satunya Yayasan

Lembaga Perlindungan Konsumen Bali adalah sebagai berikut :

1. Konsultasi. Proses ini bisa dilakukan tanpa harus datang ke lembaga konsumen, tetapi bisa melalui telepon,. Ini dilakukan jika hanya ingin memperoleh informasi penanganan suatu kasus, baik yang dialami sendiri maupun dialami orang lain. Dalam proses konsultasi lewat telepon ini tentu konsumen harus menceritakan secara lengkap dan benar kasus yang terjadi,agar dapat diberikan solusi oleh lembaga konsumen tersebut. Selain itu, konsultasi juga bisa dilakukan dengan datang langsung ke lembaga konsumen pengaduan dfiminta untuk menceritakan kronologisnya secara runtut, jelas dan benar. Proses konsultasi ini dilakukan mengetahui secara lebih jelas kasus yang dialami. Dalam konsultasi ini juga konsumen pengadu diminta untuk menceritakan kronologisnya secara runtut, jelas dan benar. Proses konsultasi ini dilakukan untuk mengetahui secara lebih jelas kasus yang dialami oleh konsumen pengadu. Selain itu, konsultasi juga untuk mengetahui sejauh mana konsumen sudah melakukan upaya penuntutan atas hak-haknya kepada pelaku usaha. Jika konsumen belum melakukan apapun untuk penuntutan haknya kepada pelaku usaha, maka dari konsultasi ini dapat diberikan saran-saran dan tips kepada konsumen pengadu untuk menuntut haknya langsung kepada pelaku usaha.

2. Pengaduan. Tahap ini dilakukan jika konsumen sudah mengupayakan sendiri penyelesaian kasusnya tetapi tidak berhasil. Dalam proses pengaduan ini konsumen diminta menulis kronologis kasusnya secara runtut, jelas dan benar serta tuntutan yang diajukan di dalam lembar from yang sudah disediakan oleh petugas penerima pengaduan, dan sekaligus menyerahkan bukti-bukti autentik, seperti nota/kwintasi pembelian, produk barangnya, salinan bukti identitas, dan lain-lain. Kemudian konsumen juga diminta menandatangani surat kuasa tersebut, konsumen harus membaca surat kuasa tersebut agar dapat dipahami maksudnya dan jika ada hal-hal yang perlu dipertanyakan dapat dimintakan keterangannya kepada petugas penerima pengaduan terlebih dahulu. Perlu diketahui, bahwa pada umumnya lembaga konsumen lebih mendahulukan penyelesaian melalui jalur di luar pengadilan ( non-judicial/non-litigasi ) dengan cara mediasi, yaitu mempertemukan antara konsumen pengadu dengan pelaku usaha teradu. Namun tidak tertutup kemungkinan kasus tersebut dapat diajukan ke pengadilan, jika upaya mediasinya tidak berhasil. Perlu dipahami bahwa penyesesaian lewat mediasi bersifat win-win soluition. Namun meski pun demikian lembaga konsumen sebagai mediator tetap berpihak kepada kepentingan konsumen. Dalam proses itu semua, peran aktif dan sikap komunikatif konsumen pengadu juga sangat membutuhkan dan turut menentukan proses lancar dan berhasilnya penyelesaian kasus tersebut sebagaimana yang diharapkan. Adapun jika penyelesaian pengaduan tersebut ternyata harus melalui jalur pengadilan, maka keputusan untuk mengambil jalur tersebut diserahkan sepenuhnya kepada konsumen.

Konsumen Menggugat Melalui BPSK

Badan penyelesaian sengketa Konsumen ( BPSK) adalah lembaga pengaduan konsumen yang didirikan oleh pemerintah kota/kabupaten berdasarkan UUPK. Lembaga ini memerima dan menangani pengaduan konsumen melalui tiga cara, yaitu : konsiliasi, mediasi, dan arbiitrase. Lembaga ini beranggotakan 9 orang, yang terdiri dari unsure wakil pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen secara seimbang yang diangkat oleh Walikota/Bupati.

BPSK merupakan lembaga penyelesaian aduan/sengketa konsumen alternatif, selain konsumen juga bisa mengadukan kasusnya ke lembaga-lembaga konsumen atau melalui jalur pengadilan.

Proses penanganan pengaduan di BPSK hampir sama dengan yang dilakukan di lembaga konsumen. Hanya saja dengan proses yang agak lebih rumit. Namun semua mekansme penanganan pengaduan tersebut telah tertata dengan jelas dan terstandar.

MENGENAL HAK- HAK ANDA SEBAGAI KONSUMEN

Dalam kehidupan sehari-hari, konsumen seringkali dirugikan oleh pelaku usaha. Bisa jadi oleh karena memang konsumen tidak mengerti atau justru pelaku usaha yang tidak mau tahu. Padahal dimana saja di belahan dunia ini konsumen memiliki hah-hak yang harus dihormati. Sebagai konsumen biasa jadi ada yang belum menyadari bahwa terdapat sederetan peraturan perundangan –undangan memberikan perlindungan. Berbagiai peraturan perundang-undangan yang ada mencakup perlindungan konsumen di bidang pangan, perumahan, asuransi, transportasi, layanan profesi lain-lain.

Nah, dalam kontes internasional salah satu dokumen yang secara khusus mengatur tentang perlindungan konsumen adalah Resolusi Sidang Umum Persatuan Bangsa ( PBB ) Nomor: 39/248 tertanggal 16 April 1985 tentang Consumer Protection atau biasa disebut Consumer Protection UN Guideline.
Dalam resolusi tersebut, dinyatakan antara lain hak-hak konsumen, yaitu :
1.Hak atas kesehatan dan keamanan
2.Hak memperoleh penawaran dan perlindungan dari sumber-sumber ekonomi
3.Hak atas informasi
4.Hak memperoleh pendidikan konsumen
5.Hak mengajukan keluhan konsumen
6.Hak membentuk kelompok-kelompok konsumen

Ada atau tidak adanya UU Perlindungan konsumen di suatu negara. Dengan telah diratifikasinya resolusi PBB tersebut oleh suatu negara, maka secara eksistenesial hak-hak konsumen sudah diakui oleh negara tersebut.

Di beberapa negara dinyatakan juga hak-hak konsumen di dalam UU Perlindungan Konsumen-nya, seperti di India dalam The consumer Protection Act, 1986 yang telah diameandemen pada tan\hun 1993 di sebutkan adanya enam hak konsumen. Kemudia koria Selatan dalam Consumer Protection Act, 1986 dinyatakan adanya tujuh hak konsumen. Sedangkan di Thailand dinyatakan adanya empat hak konsumen di dalam Consumer Protection Act, 1979 Serta dibeberapa negara lainnya.

Di Indonesia sendiri, hak-hak konsumen terutama didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen ( UUPK ). Di dalam pasal 4 UUPK di sebutkan adanya delapan hak konsumen.

Walaupun secara kuantitatif ada keragaman mengenai hak-hak konsumen di banyak negara, namun secara substansial menyatakan hal- hal yang hampir sama.

Uraian berikut akan mengetenghkan delapan hak konsumen yang termuat di dalam UUPK.

Barang atau Jasa Harus Nyaman, Aman, dan Sehat

Barang dan atau jasa harus diproduksi sedemikian rupa, sehingga pada saat di konsumsi atau digunakan dalan kondisi normal atau dalam kondisi yang dapat diduga, tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, dan konsumen merasa nyaman dan aman dalam mengkonsumsinya.

Dasar pemikiran ini digunakan dalam UUPK yang menyatakan secara lengkap sebagai berikut : “hak atas kenyamanan, keamanan,dan kesehatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.

Adapun intrumen yang dapat dipakai untuk melindungi kepentingan konsumen dari ancaman gangguan kesehatan dan keamanan adalah dengan menerapkan manajemen resiko preventif. Antara lain dalam bentuk adanya system yang memungkinkan informasi tentang bahaya penggunaan suatu produk.

Ada dua macam peran pemerintah dalam melindungi kesehatan dan keamanan konsumen, yaitu :

1.Kontrol pra-pasar

Yaitu kontrol produk sebelum sampai di pasaran. Caranya adalah dengan :

a.Melalui intrumen perjanjian.Suatu produk baru, memperoleh ijin

pemasaran kalau sudah lolos uji laboratorium pemerintah. Contah :

Produk obat, kosmetika, pestisida, dan lain-lain.

b.Mulai pendaftaran pendahuluan ( pre-registration ).Biasanya hal ini

diberlakukan melalui pembentukan standar-standar teknis yang disusun

oleh lembaga standar nasional. Contoh : kendarakan bermotor, mainan

anak-anak, dan lain-lain.

2.Kontrol pascapasar

Yaitu kontrol terhadap produk yang sudah beredar di pasaran, khususnya produk yang tidak aman. Pentingnya untuk dibuat mekansme penarikan produk yang tidak aman di pasaran. Selama ini secara internasional pun belum ada keseragaman tentang mekanisme penarikan produk yang tidak aman harus di-recall dari pasaran. Di negara industri besar, system recall dapat dipakai untuk menarik barang-barang yang berbahaya yang ada di pasaran. Di samping itu pemerintah juga harus memperingatkan secara tebuka. Dan produsen berdasarkan pengumuman pemerintah tersebut secara sadar harus menarik produknya tersebut dari pasaran. Selain itu, konsumen atau organisasi konsumen dapat memberikan informasi kepada pemerintah tentang beredarnya produk yang berbahaya tersebut.

Pilih di Tangan Konsumen

Paling tidak ada dua dorongan dalam diri konsumen untuk mendapatkan barang, yakni kebutuhan dan keinginan. Hal ini lebih umum berlaku dikalangan masyarakat dengan ekonomi pas-pasan.Bagi mereka sudah biasa memenuhi kebutuhan tanpa berpikir panjang konsumen ekonomi lemah menggunakan barang dan atau jasa. Konsumen ekonomi kuat biasanya sudah bisa menikmati hak pilih secara lebih leluasa. Kalau mereka dapat beralih ke pilihan lain meskipun bisa jadi dengan harga yang lebih tinggi.

Dalam kaitan dengan hak pilih, sekalipun ada perbedaan daya beli antara konsumen golongan menengah-atas dan menengah-bawah, tetap saja mereka sama-sama memiliki hak pilih terhadap barang dan jasa.

Secara lengkap di dalam UUPK dinyatakan : “hak untuk memilih barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan “.

Hak konsumen selain berkaitan dengan diperolehnya produk barang dan/atau jasa yang berkualitas, juga menyangkut keberagaman produk yang ada di pasaran sehingga konsumen dapat memilih produk yang dibutuhkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Hak ini erat kaitannya dengan keberadaan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Informasi Penting dan Bermanfaat

Tidaklah salah kalau jaman ini dikatakan sebagai jaman informasi. Berkat teknologi yang berkembang dengan demikian cepat maka penyebaran informasi berlangsung seperti banjir. Kapan saja dan dimana saja orang dapat mengakses informasi dengan berbagai cara yang kadang tidak saja mudah tapi sekaligus mengasikkan. Orang bahkan mustahil mengalami dahaga informasi kecuali malas mencari. Malangnya, informasi yang ada tidak selalu memihak kepentingan konsumen karena dalam hal informasi konsumen ini tidak saja jumlah yang penting tetapi juga mutu tidak boleh diabaikan. Konsumen berhak atas informasi yang bermutu.

Di dalam UUPK, hak ini dinyatakan secara lengkap Yaitu ; “ hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.

Pengertian dasar dari hak ini adalah bahwa konsumen harus terinformasi secara baik ( well-informed ). Hal ini dengan maksud agar konsumen dapat bersikap mandiri untuk menentukan pilihannya, serta mengetahui konsekuensi atas pilihannya tersebut berdasarkan informasi yang diperoleh. Untuk itu informasi yang benar,jelas,dan jujur dari pelaku usaha sangat menentukan. Informasi tersebut bisa diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen,baik secara oral maupun tulisan tentang produk yang dipasarkan tersebut, termasuk tentu saja soal harga dan kandungan yang ada dalam produk tersebut.

Dalam penyampaian informasi mengenai barang dan atau jasa dapat ditempuh beberapa cara, yakni langsung, melalui iklan atau label. Ketiga cara ini sama-sama bertujuan untuk memberikan informasikan lengkap. Baik kekurangan maupun kelebihan, yang ada pada barang/jasa bersangkutan.

Dalam label pangan misalnya, pencantuman batas kaduluarsa, daftar kandungan, sejumlah peringatan dan aturan penggunaan berhubungan dengan keamanan dan keselamatan konsumen. Kita mudah membayangkan apa yang terjadi jika seorang konsumen menelan makanan kadaluarsa dan sudah terkontaminasi jamur yang berbahaya bagi kesehatan.

Yang penting konsumen perhatikan secara umum ada dua. Pertama, kecenderungan produsen untuk menyatakan secara berlebihan manfaat atau keunggulan produk atau jasa yang ditawarkan. Padahal, bisaq jadi di balik itu ada bahaya yang mengancam, misalnya kerena salah penggunaan atau ada informasi yang disembunyikan. Karena ini perhatian konsumen harus ditunjukan juga pada kekurangan/efek samping dan peringatan lain. Ini menjadi perhatian yang ke-dua.

Mendengar Pendapat dan Keluhan Konsumen

Salah satu sumber keresahan konsumen bersal dari ancaman ini bisa jadi timbul karena informasi yang mengerti barang dan atau jasa berpontensi menimbulkan kerugian konsumen.

Contoh sepele adalah pernyataan sepihak yang tercantum pada bom pembelian,yang berbunyi “ barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan’. Meskipun pernyataan sepihak atau klausula baku ini sudah dibatalkan oleh UUPK tidak jarang masih dijumpai sehari-hari. Dengan demikian kalau ada kerusakan barang yang bukan kesalahan konsumen sebetulnya barang tersebut boleh dikembalikan.

Di dalam UUPK dinyatakan sebagai :”hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan”. Hak ini berkaitan dengan dua pihak yaitu pemerintah sebagai regulator dan eksekutor, dan pelaku usaha.

Dalam kaitannya dengan pemerintah, konsumen harus diberi peluang yang memadai untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang akan dan sedang dibuat oleh pemerintah. Sedangkan yang berkaitan dengan keluhann, maka pemerintah harus membuka kesempatan bagi konsumen untuk menyampaikan keluhan-keluhannya berkaitan dengan dampak kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah maupun kontrol pemerintah yang dipandang masih lemah terhadap pelaku usaha. Baik pendapat maupun keluhan tersebut hendaknya tidak sekedar hanya didengar, tetapi juga dijadikan masukan bagi pemerintah untuk menciptakan kebijakan,kontrol dan penegakan hukum yang lebih baik. Bagaimanapun perlindungan konsumen sebagai tanggungjawab pemerintah perlu didukung dengan partisipasi konsumen dan/atau organisasi konsumen.

Sedangkan dalam kaitannya dengan pelaku usaha, dibukanya peluang konsumen untuk menyatakan pendapat dan keluhannya berkaitannya dengan produk yang dipasarkan, memiliki kontrobusi yang mengutungkan bagi pelaku usaha. Selain citranya menjadi baik lagi, sehinggapada akhirnya dapat menumbuhkan kepercayaan bagi konsumen.

Kebijakan yang Berpihak pada Konsumen

Pada dasarnya konsumen memiliki hak untuk menyalurkan kepentingan dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah. Secara sederhana, advokasi merupakan upaya untuk mempengaruhi para pemegang kebijakan agar membuat kebijakan yang memperhatikan dan menghormati hak konsumen. Contoh dilapangan ialah UUPK. Setelah para aktivis gerakan konsumen dan pihak lain yang simpati berjuang kira-kira dua puluh tahun akhirnya UUPK ini lahir juga pada tahun 1999. Sesuai dengan namanya, salah satu tujuan undang-undang ini agar konsumen terlindungi. Secara lengkap di dalam UUPK dinyatakan :” hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut”.

Hak ini memungkinkan konsumen memperoleh keadilan. Sebab dengan adanya hak ini, konsumen akan mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin terwujudnya keadilan social.

Saran atau cara untuk mencapai hal ini bisa dengan dua cara. Pertama, melalui konsultasi dan penanganan hukum. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh organisasi konsumen dan/atau intansi pemerintahan yang membidangi perlindungan konsumen. Adanya tempat untuk berkonsultasi dan menangani pengaduan konsumen ini penting, khususnya bagi konsumen kelas menengah kebawah yang umumnya tidak mampu menggunakan jasa pengacara professional/komersial. Kedua dengan menggunakan mekanisme tuntutan hukuman secara kolektif tersebut juga dinyatakan bisa dilakukan ( pasal 46 ayat (1) huruf b ).

Mendidik Konsumen kritis dan Berani

Tadak perlu dijelaskan bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan, termasuk konsumen. Dengan pendidikan orang menjadi tahu, sadar dan kemudian dapat mengambil sikap. Pendidikan konsumen menjadi semakin kecil. Tidak jarang dalam berurusan dengan barang dan jasa,konsumen menghadapi dua kemungkinan : ditipu atau tertipu. Karena itu,tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa konsumen juga harus secara aktif mendidik diri, dengan cara mencermati label misalnya. Dan seyongyanya, setelah mengetahui dan menyadari arti penting pendidikan konsumen mereka juga mendidikan konsumen. Berdasarkan UUPK hak ini dinyatakan secara lengkap sebagai :” hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen”.

Yang dimaksud dengan hak ini adalah agar konsumen dapat memperjuangkan hak-haknya secara mandiri sehingga dapat turut menentukan dan mempengaruhi kebijakan sector usaha, maka konsumen harus mampu bersikap kritis. Sikap keritis tersebut dibentuk melalui pendidikan konsumen.

Pendidikan konsumen dapat dilakukan secara formal dapat dilakukan melalui dimasukkannya pendidikan konsumen di dalam kurikulum sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Beberapa negara sudah memasukkan pendidikan konsumen di dalam kurikulum sekolah, seperti Tonga (1999), Samoa (1997),Papua New Guinea (1988),dan Fiji (1997).

Sementara pendidikan informal dilakukan melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan di masyarakat. Hal ini umumnya dilakukan oleh arganisasi-organisasi konsumen dan intansi pemerintah yang bergerak dalam bidang perlindungan konsumen.

Pantang Berlaku Diskriminati

Perbedaan dalam status Sosial merupakan satu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Kendati sudah diupayakan berbagai cara untuk pemerataan pembangunan tetap saja perbedaan itu ada. Karena memang ada perbedaan yang secara alami tidak mungkin dihindari, ada juga yang memang merupakan pilihan bebas manusia. Ada orang yang pendidikan tinggi, ada orang yang berpengahasilan besar, ada sehat danada yang cacat. Belum lagi kalau kita berbicara soal agama, ras suku dan lain-lain. Belum lagi kalau dikaitkan dengan pilihan politik di Indonesia saat ini. Demikian beragam partai politik yang ada ditambah dengan berbagai potensi konflik segala macam kepentingan. Yang jelas, ketika mereka menggunakan jasa dan atau barang, mereka akan dinamakan konsumen. Dan konsumen mempunyai hak terhadap perlakuan yang sama. Secara lengkap dalam UUPK dinyatakan: “hak untuk diperlukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminati”.

Hah ini dikaitannya dengan UUPK /Human Rights, dimana adanya diskriminasi dalam segala hal secara universal sangat dilarang, termasuk dalam hal ini tentu saja perlakuan diskriminasi terhadap komsumen.

Sebagai contoh, konsumen kesehatan yang mencari layanan di sarana kesehatan. Apa jadinya kalau pasien kaya selalu didahulukan padahal kondisi yang miskin memerlukan penanganan yang lebih segera karena keadaannya gawat. Ditambah lagi pelayanan kesehatan yang dipilih-pilih agama. Konsumen akan kerepotan mendapatkan layanan kalau harus mencari sarana kesehatan yang seagama. Tempat tinggal dan lokasi layanan kesehatan mustahil dan tidak perlu diatur berdasarkan golongan agama tertentu.

Demikian juga, dengan antrian pada berbagai sarana transportasi tidak boleh ada perlakuan yang diskriminatif. Karena ada yang merasa berasal dari golongan dan pangkat tertentu maka orang tersebut tidak mau antri lalu menyelinap langsung ke barisan terdepan.konsumen yang tidak mau tertib semacam ini berarti melanggar hak konsumen lain. Lebih-lebih kemudian kalau petugas loket, misalnya, memanfaatkan situasi yang tidak menguntungkan ini. Tidak tertutup kemungkinan petugas akan bersikap diskriminatif dengan anggota masyarakat yang berpendapat dengan uang semir maka urusan menjadi lancar.

Mengganti Kerugian konsumen

Dalam dunia perdagangan,baik barang maupun jasa, tidak bisa dihindari sama sekali kemungkinan adanya ketidak sesuaian antara permintaan dan penyediaan. Misalnya saja, reparasi pesawat televisi baru dibeli yang dilakukan berkali-kali untuk kerusakan yang sama akan mudah dicurigai sebagai upaya penipuan. Jangan-jangan ada komponen yang sejak semua dibeli memang sudah rusak atau hampir rusak. Untuk itulah pentingnya hak ganti dimiliki konsumen.

Dalam UUPK dinyatakan secara lengkap : “hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”.

Hak ini pentingnya untuk dapat diperoleh konsumen, sebagai bentuk pertanggung jawaban pelaku usaha atas produknya. Upaya untuk memperoleh ganti rugi tersebut bisa dilakukan oleh konsumen sendiri terhadap pelaku uasha, maupun dengan meminta bantuan dari organisasi-organisasi konsumen atau intansi pemerintah yang membidangi perlindungan konsumen. Penyelesaian yang cepat dan kesadaran untuk memberikan ganti rugi merupakan bentuk tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen yang sangat bernilai.

Bentuk ganti ruginya dapat berupa: pengembalian uang, pengantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan (pasal 19 ayat (2) UUPK).

Pengambilan Uang

Jika barang yang dibeli cukupmemuaskan sesuai dengan jangka waktunya dan kemudian timbul kerusakan, maka upaya pengambilan uang sudah terlambat.

Jika barang yang kita pesan kita temukan bercacat pada saat pengiriman kita tidak boleh membatalkan pesanan lalu meminta uang kembali tetapi kita harus memberitahu toko yang bersangkutan dan memberi mereka waktu yang cukup untuk mengirimkan barang penggati.

Kalau barang di bawah jaminan pabrik, wajar bila kita memberi kesempatan pada pabrik untuk menyelesaikan cacat barang sebelumkita membantalkan pembelian dengan toko bersangkutan.

Pengganti Barang

Pilihan ini seringkali dapat diterima sepanjang keperluan konsumen akan barang tersebut belum berlalu atau konsumen tadak lagi mempercayai layanan toko. Misalnya, sudah kali ganti barang tetapi tetap saja rusak.

Kalau ini terjad, konsumen berhak mendapat pengembalian uang atau ganti kerusakan barang.

Perbaikan

Perbaikan (tanpabayar) untuk kerusakan ringan yang munkin muncul beberapa saat setelah pembelian dapat diterima. Tetapi kalau toko menawarkan perbaikan televisi baru yang mengalaimi kerusakan serius selama minggu pertama digunakan, kita harus bersikukuh untuk meminta yang baru bukan perbaikan.

Juga kalau syarat-syarat penjualan barang dalam undang-undang dilanggar, maka konsumen dapat bersikeras untuk mendapat pengembalian uang atau penggantian kerusakan barang.

Bagitu juga kalau konsumen menerima tawaran perbaikan, perbaikan ini harus dilakukan dalam jangka waktu yang rusak akal. Jika perbaikan memakan waktu yang terlalu lama atau perbaikan gagal konsumen dapat menuntut pengambilan uang.

Penggantian Kerusakan Barang

Konsumen berhak mendapat penggantian kerusakan barang pada barang-barang cacat. Misalnya, sebuah mesin cuci baru milik seorang konsumen mengalami kerusakan, sehingga merusak pakian yang dicuci dengannya maka konsumen tidak saja bisa menuntut penggantian kerusakan barang akibat masin rusak tetapi juga pakian yang rusak.

Tetapi kita perlu memperlihatkan bukti (misalnya foto-foto atau laporan medis) yang menunjukkan bahwa produk tersebut merupakan penyebab langsung kerusakan yang terjadi.

Hak-hak Konsumen dalam Peraturan Perundang-undangan Lain

Di belahan mana pun di dunia ini, tidak ada satu peraturan atau undang-undang yang sanggup mencakup semua persoalan masyarakat. Dengan demikian, persoalan hukum konsumen misalnya, tidak hanya terkadang dalam undang-undang khusus konsumen tetapi juga terdapat dalam undang-undang bidang kesehatan, jasa konstruksi, kelistrikan dan lain-lain. Karena memang persoalan seputar konsumen demikian luas dan beragam.

Sebagaimana sudah sedikit disinggung di depan bahwa konsumen memiliki berbagai hak yang ditampung dalam pasal-pasal tertentu UUPK. Namun undang-undang ini juga menyiratkan adanya khak-hak lain yang berkaitan dengan perlindungan konsumen yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Selain itu, juga menggambarkan posisi : (1) UUPK sebagai undang-undang payung :dan (2) hak konsumen dalam UUPK yang tidak bersifat statis, namun dinamis. Artinya dimungkinkan adanya hak konsumen tambahan sesuai dengan tipikil sector masing-masing.

Sebagai contoh, UU Kesehatan atau yang dinyatakan dalam UU tersebut sebagai hak-hak pasien. Hanya saja pemuatan hak-hak pasien tidak terdapat di dalam pasal, namun di dalam penjelasan pasal, sebagaimana yang tertulis dalam penjelasan pasal 53 ayat (2). Sehingga hal ini bisa memancing perdebatan hukum, tentang sejauh mana ketentuan dalam penjelasan mempunyai kekuatan hukum.

Adapun pasien tersebut antara lain (1) hak informasi, (2) hak untuk memberikan persetujuan ;(3) hak atas rahasia kedokteran ; dan (4) hak atas pendapat kedua (secod opini).

Mudah dipahami bahwa pasein memiliki hak informasi atas keadaan penyakit, rencana tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan ditambah dengan tingkat kemungikan kesembuhan. Informasi ini harus diberikan kepada pasien baik diminta atau tidak.

Setelah keadaan penyakit (diagnosis) ditempatkan melalui serangan pemeriksaan sederhana dalam tindakan berupa pemberian obat. Bisa juga ada anjuran untuk tindakan perawatan baik inap maupun jalan di rumah sakit. Nah, sebelum tarap-tahap ini dilakukan maka harus dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada pasien atau keluarganya. Bentuk persetujuan ini bisa diberikan secara lisan dan atau tulisan. Untuk tindakan sederhana biasanya cukup persetujuan lisan sedangkan tindakan berat atau berisiko harus dengan tulidan. Yang perlu diperhatikan konsumen adalah hak menolak tindakan kalau memang mau. Kalau setelah diberi informasi pasien atau keluarga keberatan dengan rencana pemeriksaan atau tindakan dokter maka diberi kesempatan untuk menolak. Tentu saja, biasanya risiko yang akan terjadi jika terjadi jika konsumen menolak sudah harus disadari sepenuhnya.

Hak atas rahasia kedokteran berarti bahwa data atau informasi tentang seorang pasein tidak boleh dibuka untuk orang lain di luar kepentingan medis atau atas perintah pengadilan. Data atau informasi tentang pasein ini dicatat dalam sebuah berkas yang disebut rekam medis (medical record). Isi rekam medis ini tetap menjadi milik pasein meskipun hak pengelolaan fisik atau berkas itu sendiri tetap berda di tangan sarana kesehatan. Pasein ini berhak untuk mendapat salinan rekam medis melalui produser yang ditetapkan oleh masing-masing pemberi layanan kesehatan.

Hak terakhir yang tidak kalah penting adalah hak atas pendapat ke-dua atau second opinion. Ada kalanya setelah dilakukan pemeriksaan diagnosis pasti belum bisa ditetapkan atau meskipun diagnosis ini sudah dianggap pasti oleh pemberi layanan kesehatan pasein atau keluarganya ingin minta pendapat dari dokter lain karena didorong oleh satu atau beberapa alasan. Pendapat dari pemberi layanan kesehatan yang ke-dua ini dikenal dengan nama pendapat ke-dua . Tetapi harus diakui bahwa upaya memperoleh pendapat ke-dua ini tidak selalu mudah. Salah satunya karena bersangkut- paut dengan biaya. Salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh ialah mencari dokter atau pemberi jasa kesehatan yang kita kenal baik dan tidak selalu minta imbalan untuk konsultasi yang diberikan.

Penulis

Aktifis LSM & Peneliti di Bali Research Advocacy Centre

Dan Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Bali

Rabu, 27 Mei 2009

Budaya Disiplin Menangkal Korupsi

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang sudah 63 tahun merdeka, masih tetap berjalan terseok-seok ditempa berbagai macam krisis. Krisispun tidak pandang bulu mulai dari krisis moneter,menjalan menjadi krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan dan terus menjalar bagaikan virus terus menebar penyakit, sekarang krisis moral sudah menjangkit umat manusia.Korupsi di Negeri yang dulu pernah mendapat julukan gemah ripah loh jinawi hanyalah isapan jempol dan mimpi. Betapa tidak korupsi yang diibaratkan monster yang sangat menakutkan sampai detik ini masih melanda negeri Indonesia,dan termasuk juga melanda bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.Korupsi masih kita temukan dimana-mana.coba tengok sepak terjang lembaga yang bernama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sejak dibentuknya lembaga ini,gebrakan spektakuler dengan mempertontonkan tajinya melibas para koruptor,dan menjebloskan mereka ke jeruji tahanan patut kita acungi jempol.Sehingga banyak para koruptor,atau calon koruptor menjadi keder dan ciut nyalinya terhadap sepak terjang dari KPK.

Masalah korupsi langkah yang sangat penting dilakukan adalah dengan penegakan supremasi hukum.Tanpa adanya penegakan hukum korupsi akan tetap hidup dan menggurita.namun yang menjadi pertanyaan adalah kenapa orang-orang Indonesia mudah terlibat korupsi ? pertanyaan inilah yang sangat sulit menemukan jawabannya. Namun yang perlu dicermati terkait tentang korupsi,adalah beberapa hal.

Pertama mental yan lemah banyak para pejabat di negara Indonesia tidak memiliki basic mental yang kokoh.yang ujung ujungnya dalam penyususnan anggaran banyak terjebak terserang virus KKN (Korupsi,Kolusi,Nepotisme) mark up anggaran,penyusunan anggaran fiktif,dan kolusi terkait pengadaan barang/jasa dan lain-lain sangat rawan terjangkit penyakit kronis korupsi.Disini dibutuhkan mental yang sangat kuat dalam membentengi agar tidak terjangkit virus tersebut.namun boro boro mencari orang yang bermental kuat ,jaman sekarang sangat sulit ,karena hampir sebagian masyarakat di zaman yang serba edan ini terjangkit korupsi.mulai dari korupsi yang kelas teri,kelas menengah,dan ada yang korupsi kelas jumbo.

Kedua Budaya Disiplin, Berbicara budaya disiplin erat kaitannya dengan SDM atau (sumber daya manusia) untuk menegakkan disiplin masyarakat harus dimulai dari skala individu,keluarga,kelompok masyarakat,sampai kelompok berbangsa dan bernegara. Disini disiplin harus dibudayakan disegala bidang,tempat,ruang,dan waktu, dalam bentuk menghargai waktu,tugas dan tanggung jawab komitmen atau janji.Disiplin disini harus ditanamkan sejak usia dini sehingga mereka memiliki tugas dan tanggung jawab serta dapat menilai mana yang baik dan yang buruk,termasuk juga dengan urusan korupsi yang menjadi biang kerok bobroknya sebuah negara. Kalau budaya disiplin sudah terpancar dari hati sanubari otomatis urusan korupsi dapat diminimalisir

Ketiga Komitmen . Berbicara tentang komitmen erat hubungannya dengan prilaku seorang manusia,dan prilaku manusia membutuhkan proses perjuangan yang pajang.Tak jarang manusia di zaman kaliyuga ini berpikiran instan,namun jika manusia memiliki dasar komitmen yang kuat sebagai tembok pelindung akan sulit diterobos oleh siapa saja termasuk hasutan setan yang bernama korupsi.Namun untuk menyalahkan masyarakat Indonesia yang sering terlibat korupsi sangat sulit dilakukan,coba kita sodorkan pertanyaan kepada hati sanubari kita ”pernahkah kita melakukan korupsi”? Dari sanalah baru akan kita dapat menjawab permasalahan korupsi.Marilah kita bersama-sama meningkatkan disiplin yang tinggi dan menjaga budaya malu,merampok uang negara,dan memeras uang rakyat,agar julukan masyarakat Indonesia sering terlibat korupsi perlahan lahan dapat memudar.Mari kita tunjukkan langkah nyata,bahwa kita mencintai tanah air kita dengan tidak ikut-ikutan melakukan korupsi.


Penulis

Aktifis LSM, Peneliti di Bali Research Advocacy Centre

Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Bali

Mengelola Anggaran Publik Yang Sehat

Secara umum, anggaran baik anggaran perusahaan, anggaran negara, anggaran daerah atau anggaran lembaga-lembaga lainnya dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatu periode masa yang akan datang. Anggaran bagi sektor publik meliputi anggaran bagi sebuah negara, suatu daerah otonom atau badan usaha milik negera atau akan lebih mudah disebut dengan anggaran publik. Makna anggaran publik adalah suatu kebijakan publik tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa depan serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa yang lalu.

Pada mulanya fungsi anggaran publik adalah pedoman bagi pemerintah dalam mengelola negara atau daerah otonom untuk satu periode di masa yang akan datang, namun karena sebelum anggaran publik dijalankan harus mendapatkan persetujuan dari lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Tingkat pusat dan DPRD di tingkat daerah. maka anggaran publik berfungsi sebagai alat pengawasan masyarakat terhadap kebijakan publik yang dipilih oleh pemerintah. Selain itu karena pada akhirnya setiap anggaran publik harus dipertanggunjawabkan pelaksanaannya oleh pemerintah kepada lembaga perwakilan rakyat, berarti anggaran negara juga berfungsi sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilihnya.

Dengan melihat fungsi anggaran publik diatas maka anggaran publik harus dilihat sebagai power relation antara eksekutif, legislatif dan rakyat sendiri. Bagi rakyat yang harus dilakukan adalah memantau arah dari prioritas kebijakan yang dibuat pemerintah satu tahun mendatang yang akan dinyatakan dalam bentuk nominal dalam anggaran. Tujuan pemantauan prioritas adalah memantau apakah prioritas kebijakan efektif untuk kepentingan rakyat banyak atau tidak. Bagi Indonesia dan bagi daerah-daerah kabupaten atau kota dan propinsi di Indonesia prioritas anggaran publiknya hingga 70-80%-nya digunakan untuk membiayai gaji dan fasilitas birokrasinya sedangkan yang kembali kepada rakyat dalam bentuk anggaran pembangunan baru 30-20% saja. Selain itu mengingat anggaran publik adalah pernyataan sebuah power relation antara kekuatan-kekuatan politik maka ada kemungkinan terjadi politik uang (money politic)dalam penyusunan anggaran. Oleh karena itu sangat strategis peran pemantauan anggaran yang dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat sipil yang ada.

Kondisi yang berubah
Di era otonomi daerah ini penyusunan anggaran (APBD) menjadi urusan strategis bagi daerah. Pada masa orde baru otoritas ini dipegang secara sentralistis pada eksekutif yaitu pemerintah pusat. Sedangkan pemerintah daerah bersama DPRD hanya bertugas mengalokasikan sebagian kecil dari APBD, sekitar 10% bagi daerah miskin dan sekitar 20% bagi daerah kaya, yaitu porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sekarang ini wewenang untuk menentukan prioritas kebijakannya yang ditunjukan dalam APBD sepenuhnya menjadi otoritas daerah.

Bila pada masa orde baru otoritas penyusunan APBD lebih besar ditangan eksekutif, maka di era otonomi daerah ini otoritas penyusunan APBD sepenuhnya ditangan DPRD. Perubahan kondisi ini menimbulkan banyak masalah pertama sistem pengalihan anggaran yang tidak jelas dari pusat ke daerah. Tahapan penyusunan anggaran adalah tahap penyusunan yang dilakukan oleh eksekutif untuk anggaran pemerintah daerah dan oleh legislatif untuk anggaran DPRD. Penyusunan ini memerlukan waktu 6 bulan. Setelah disusun, RABPD pemerintah daerah disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD untuk selanjutnya dibahas dan disahkan. Periode pembahasan dan pengesahan ini memerlukan waktu hingga 3 bulan selanjutnya setelah disahkan menjadi Peraturan daerah baru APBD resmi berlaku hingga satu tahun mendatang untuk dipertanggungjawabkan kepada DPRD.

Ketiga, esensi otonomi dalam penyusunan anggaran masih dipelintir oleh pemerintah pusat karena otonomi pengelolaan sumber-sumber pendapatan masih dikuasai oleh pusat sedangkan daerah hanya diperbesar porsi belanjanya. Porsi belanja itu pun tidak meningkat banyak dibandingkan pada masa orde baru dahulu. Bagi daerah kaya seperti Riau, Kaltim atau Papua kemungkinan peningkatan belanja hingga 20% namun bagi daerah miskin seperti DI Yogyakarta dan lain-lain paling banyak hanya naik 3-5% saja. Keempat, ternyata DPRD dimanapun memiliki kesulitan untuk melakukan asessment prioritas kebutuhan rakyat yang harus didahulukan dalam APBD. Sementara itu pemerintah daerah selaku eksekutif memiliki kemampuan dan jajaran birokrasi untuk melakukan penyusunan anggaran daerah. Mekanisme yang selama ini dilakukan oleh eksekutif adalah melalui Rakorbang (rapat koordinasi pembangunan) dari tingkat propinsi hingga ke desa. Mekanisme ini masih jauh dari konsep partisipasi publik dan apalagi transparansi serta akuntabilitas. Kelima, volume APBD yang disusun oleh daerah meningkat hingga 800% dibandingkan pada masa orde baru, hal ini menimbulkan masalah karena sedikit-banyak DPRD dan pemerintah daerah perlu berkerja lebih keras untuk menyusun APBD. Keenam, meskipun masih harus melalui pemerintah pusat namun pemerintah menurut UU No 25 tahun 1999 memiliki kewenangan untuk melakukan pinjaman daerah baik ke dalam negeri maupun ke luar negeri. Hal ini tentu saja sama berbahayanya dengan jerat utang luar negeri yang melanda pemerintah pusat.

Bagaimana Memantau
Dengan melihat perubahan diatas maka memantau anggaran adalah strategis, paling tidak untuk dua hal pertama memantau efektifitas prioritas kebijakan yang dipilih oleh pemerintah. Tentu saja kebijakan akan semakin efektif jika semakin sesuai dengan kebutuhan rakyat. Kedua, memantau penyimpangan yang mungkin terjadi dalam setiap tahap penganggaran dalam siklus anggaran. Namun sebelum melakukan pemantauan, penting bagi kita untuk mengetahui struktur APBD/APBN. Dengan dua tujuan pemantauan diatas maka terdapat dua strategi besar pemantauan anggaran publik yaitu public argument dan budget process monitoring.

Dengan perspektif bahwa anggaran publik adalah power relation antar kekuatan dalam masyarakat maka public argument adalah strategi yang harus diambil untuk memberikan prioritas alternatif yang dibutuhkan oleh rakyat dalam anggaran. Argumen prioritas menurut rakyat ini bisa hasil riset kecil-kecilan di daerah mengenai pertama komparasi antara pengeluaran rutin untuk menggaji dan memfasilitasi birokrasi dengan pengeluaran pembangunan untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat, kedua mengajukan usulan atas pajak yang lebih adil misalnya Pajak Penerangan Jalan yang ada di tiap Kabupaten dan Kota yang ternyata tarif untuk rumah tangga lebih mahal dari pada tarif untuk industri atau instansi pemerintah. Pada era otonomi daerah ini, kecenderungan meningkatkan PAD dengan melakukan eksetensifikasi pajak sangat sering dilakukan oleh pemerintah daerah. Kecenderungan ini berbahaya karena akan lebih membebani rakyat. Pengingkaran negara terhadap rakyat sudah banyak dengan ditiadakannya subsidi-subsidi seperti BBM, pendidikan, beras, minyak goreng dan lain-lain. Oleh karena itu ekstensifikasi pajak akan lebih membebani rakyat. Untuk itu strategi meningkatkan PAD yang dapat dilakukan oleh daerah adalah dengan melakukan ekstensifikasi pajak atas BUMN milik pusat yang beroperasi di daerah dan menggunakan sumber-sumber daerah. Misalnya Perum Pegadaian, kontribusi pendapatan perum ini terhadap APBD sangatlah kecil namun sangat besar artinya bagi daerah. Oleh karena itu DPRD di Indonesia perlu berjaringan untuk mengalihkannya menjadi milik daerah.

Sedangkan strategi budget process monitoring dapat dilakukan dengan memantau setiap tahapan dalam siklus anggaran. Pemantauan ini paling mudah adalah memantau rapat anggaran di DPRD mulai dari tahap penyusunan yang biasanya berlangsung dari bulan Mei-Oktober setiap tahunnya, tahap pengesahan mulai Oktober-Desember setiap tahunnya, tahap pelaksanaan mulai Januari-Desember dan tahap pertanggungjawaban antara Januari-Maret. Pemantauan oleh masyarakat sipil dilakukan pada setiap titik kritis diatas.

Tentu saja upaya pemantauan ini perlu didahului dengan menjadikan anggaran sebagai isu publik sehingga semua warga masyarakat merasakan urgensi anggaran publik bagi kesejahteraannya. Upaya ini tentu saja harus dilakukan melalui kampanye publik yang masif dan jejaring yang kuat antara sesama elemen masyarakat sipil

. Penulis Direktur Eksekutif Lembaga Perlindungan Konsumen Bali